KPK Tahan Dua Tersangka OTT Suap Dirjen Perhubungan Laut

Foto: ilustrasi

PALUGADANEWS.COM, JAKARTA — Untuk kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut terkait perijinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tahun anggaran 2016 – 2017,

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Kementerian Perhubungan, Mereka adalah ATB (Dirjen Perhubungan Laut) dan APK (Komisaris PT AGK).


Berita Lain: Pemerintah Tidak Akan Lindungi Pejabat yang Terkena OTT KPK


Keduanya diduga melakukan suap terkait perijinan dan pengadaan proyek di lingkungan Direktorat Jendral Perhubungan Laut tahun 2016-2017.

ATB dan APK ditahan untuk 20 hari ke depan di 2 rumah tahanan yang berbeda. Tersangka ATB di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur dan YN di Rutan Polres Metro Jakarta Timur.

Keduanya sebelumnya diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di beberapa tempat di Jakarta pada Rabu – Kamis (23-24/8).

Saat itu, KPK mengamankan total 5 orang dan sejumlah uang dalam pecahan rupiah dan mata uang asing senilai total Rp 18,9 miliar dan beberapa kartu ATM dengan saldo sekurangnya Rp 1,1 miliar. Sehingga, total uang yang diamankan dalam OTT tersebut sekurangnya Rp 20 miliar.

Dalam gelar perkara yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari kegiatan OTT, KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka. ATB selaku Dirjen Hubla diduga menerima hadiah atau janji dari APK selaku Komisaris PT AGK dan mitra-mitra lainnya terkait perijinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut TA 2016 – 2017.

Tersangka APK yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, ATB yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.