Cerita Penyitas Corona, Batuk Tiada Henti dan Sesak Nafas

Ilustrasi

PALUGADANEWS.com, MUARA ENIM – Seorang penyintas Covid-19 membagikan pengalamannya kepada Palugadanews.com saat berjuang melawan virus Corona. Alex Subri, mantan penderita virus Corona. Dia bercerita pertama kali mengalami gejala Corona, dirawat di rumah sakit, hingga akhirnya sembuh.

“Menjadi pasien Covid-19 adalah pengalaman menyeramkan yang tak pernah terbayangkan dalam hidup,” kata dia saat dihubungi pekan kemarin.

Baca Juga:

Terkurung dalam satu kamar bahkan diasingkan dari orang-orang sekitarnya. Keluarganya kerap menangisi keadaannya. Setiap video call dia selalu berusaha gembira agar sanak saudaranya tidak bersedih. Bahkan kepada istrinya ia sudah meminta maaf jika ajal lebih dulu menjemputnya karena Corona.

Alex bercerita pada pertengahan Agustus 2020, ia merasakan ada masalah dengan kondisi kesehatannya, batuk dan demam. Dia lalu memeriksakan diri klinik. Setelah lima hari, batuk dan demamnya tak juga kunjung sembuh, malah semakin parah.

Hari ke-6 ia kembali memeriksakan diri, kali ini ke rumah sakit. Di rumah sakit serangkaian pemeriksaan dia dijalani, mulai dari tes darah, rontgen dan rapid. Hasilnya ada luka di paru-paru. Rapid testnya pun reaktif. Karena ada indikasi Corona, dokter kemudian merujuk ke rumah sakit Covid-19 di Bandung, dia di swab dan langsung opname.

Hari kedua opname, hasil swabnya keluar, dia positif Corona. Kondisi batuknya semakin parah, badan panas dingin, dan sulit bernapas. Kesulitan bernafas ini, ia ibaratkan seperti orang menyelam yang mau naik ke permukaan tapi tidak sampai-sampai,

“Tersikso nian,” ujar dia.

Karena kondisi yang lemah, jalan beberapa langkah pun tidak kuat dan langsung batuk. Setiap kali batuk, bisa 2 jam tanpa henti, jantung seperti di tarik-tarik, badan lemas. Dalam sehari bisa berkali-kali batuk. Nafas hanya bisa ditarik pendek dan mengeluarkan bunyi seperti orang tercekik.

“Paru-paru sakitnya minta ampun, rasanya seperti orang mau mati,” kata dia.

Namun walau sulit bernafas, ia tidak menggunakan ventilator karena daya tahan tubuhya cukup baik. Selama 4 hari dia harus menahankan kondisi yang menyiksa tersebut. Hari ke-4 ia kembali di swab untuk kedua kalinya, hasilnya masih positif.

Hari ke -5 keadaannya agak membaik. Intensitas batuk berkurang 2 jam sekali. Dia sudah bisa menikmati makanan, madu, buah-buahan dan minyak kayu putih. Tambahan infus, obat, vitamin dan antibiotik, kondisinya terus membaik. Hari ke- 9 dia kembali di swab yang ketiga dan hasilnya negatif.

Setelah melewati penderitaan dengan perasaan takut dan cemas, pada hari ke-10 ia dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang untuk isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Namun dia tetap harus berhati-hati karena bisa re infeksi lagi Covid-19.

Ia berharap pengalamannya ini menjadi pelajaran bagi masyarakat agar patuh menerapkan protokol kesehatan, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

“Jangan begal igo, dak lemak nian kalu lah keno Covid,” kata dia mengakhiri obrolan.