PALUGADANEWS.com, PALEMBANG – Bupati Muara Enim non-aktif Juarsah dituntut lima tahun penjara, denda Rp300 juta serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebanyak Rp 4 miliar.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ricky B Magnaz dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Palembang, Jumat (7/10/2021).
Baca Juga:
- Ini Penyebab Kebakaran di Gudang Dinas Pertanian Muara Enim
- Deklarasi Damai, Calon Kades di Muara Enim Siap Kalah-Menang
- 9 Karyawan KKMB Gerbang Serasan Belum Terima Gaji Selama 10 Bulan
“Menuntut terdakwa lima tahun penjara terdakwa dan denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebanyak Rp4 miliar. Bila tak dibayar, maka aset terdakwa akan disita oleh jaksa untuk mengganti uang pengganti. Bila tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama satu tahun,” ujar Ricky.
Dalam amar tuntutannya jaksa menyatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan beberapa tindak pidana korupsi Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kemudian, dakwaan kumulatif tentang gratifikasi, yakni Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Menurut Ricky, selama proses persidangan terdakwa terbukti menerima gratifikasi berupa uang dan barang dalam proyek pembangunan 16 paket jalan di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.
Gratifikasi senilai Rp 3 miliar dari terpidana Robby Okta Pahlevi. Kemudian Juarsah juga menerima uang senilail Rp 1 miliar dan satu unit hanphone senilai Rp 17 juta dari Iwan Rotari yang diserahkan terpidana Elfin Muchtar.
Uang gratifikasi tersebut digunakan terdakwa untuk keperluan pribadi dan biaya kampanye pencalonan istri dan anaknya sebagai anggota DPRD Kota Palembang dan Provinsi Sumsel.
Menurut jaksa, dalam proses persidangan Juarsah selalu berkelit, tidak berterus terang, dan tidak mengakui kesalahannya.
“Pertimbangan kami juga berdasarkan tuntutan perkara sebelumnya terhadap terpidana Ahmad Yani dan lain-lain. Pertimbangan lain hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korpsi. Kemudian selam persidangan terdakwa tidak jujur dan tidak mengakui kesalahannya. Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” kata Ricky.
Majelis hakim Tipikor Palembang diketuai Sahlan Effendi memberikan waktu satu minggu kepada terdakwa untuk menerima atau mengajukan pembelaan (pledoi) atas tuntuntan jaksa.