DPRD Soroti Kinerja Diknas Muara Enim Terkait Guru Honorer GTHNK 35+

Rapat Komisi IV DPRD Muara Enim bersama guru tenaga honorer non kategori (GTHNK) 35+

PALUGADANEWS.com, MUARA ENIM – Dinas Pendidikan kabupaten Muara Enim kini menjadi sorotan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Muara Enim. DPRD menilai kinerja Dinas Pendidikan terkesan lamban mengambil tindakan terkait nasib guru honorer di Kabupaten Muara Enim.

Hal tersebut disampaikan Komisi IV DPRD Muara Enim saat melakukan rapat bersama guru tenaga honorer non kategori (GTHNK) 35+ Kabupatem Muara Enim, Senin (09/11/2020), di ruang rapat badan anggaran bersama Dinas Pendidikan.

Baca Juga:

Menurut Ketua Komisi IV Jonidi pihaknya telah dua kali menggelar pertemuan terkait GTHNK 35+. Komisi IV bersama Dinas Pendidikan bahkan telah melakukan studi banding ke beberapa daerah terkait tiga tuntutan yang disampaikan oleh GTHNK 35+.

Salah satunya terkait payung hukum peralihan status dari SK kepala sekolah ke SK bupati dan hal ini seharusnya sudah dilakukan oleh Dinas Pendidikan.

“Kenyataannya sampai saat ini kejelasan itu belum ada dan dijawab baru akan dikonsultasikan ke bagian hukum. Jadi kinerja Dinas pendidikan ini apa?,” kata Jonidi.

Jonidi juga mempertanyakan apakah Dinas Pendidikan hanya mengurus yang berhubungan dengan anggaran fisik saja, sementara kesejahteraan honorer di kesampingkan.

“Hendaknya Dinas Pendidikan mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan kesjahteraan honorer ini. Apalagi mereka yang tergabung di GTHNK35+ ini untuk harapan menjadi PNS sudah tidak ada lagi,” lanjutnya.

“Maka dari itu hendaknya Dinas Pendidikan dapat memperjuangkan nasib mereka terkait dengan kesejahteraan. Apalagi honorer ini menjadi pioner pendidikan, mengingat kekurangan guru dibeberapa sekolahan,” tegasnya.

Jonidi mengatakan, jika anggaran untuk menaikan sesuai UMR hendaknya pihak eksekutif dalam hal ini Dinas Pendidikan bisa memberikan solusi terkait tiga tuntutan tersebut.

“Jika memang diperlukan perda, legislatif siap membentengi asalkan demi kesejahteraan honorer terkhusus GTHKN35+ ini. Dinas pendidikan harus menjawab bahwa mereka siap memenuhi tiga tuntutan ini. Yaitu melakukan peralihan status, meningkatkan kesejahteraan guru honorer, dan terkait tuntutan ketiga kalau memang tidak menyalahi aturan untuk dilaksanakan sesuai dengan juklak dan juknis yang ada,” lanjut dia.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Muara Enim Irwan Supmidi melalui Kabid SD Zaibin yang hadir dalam rapat tersebut mengatakan, mereka tidak bisa memutuskan karena kapasitas mereka hanya mewakili kadin yang tidak hadir bisa.

“Kita belum bisa memutuskan karena kami mewakili kadin yang sedang berhalangan. Untuk perubahan status ini kita akan segera melakukan kordinasi dengan bagian hukum Pemkab Muara Enim,” jelas dia.

Untuk kesejahteraan, kata dia, Pemkab Muara Enim telah memberikan upah pekerja harian lepas (PHL) sebesar Rp 900 ribu untuk guru honorer berijazah S1, Rp 700 ribu guru berijazah D3, kemudian Rp 600 ribu untuk tata usaha S1 dan Rp 500 ribu untuk TU berijazah SMA.

“Untuk jumlahnya kita terbatas karena anggaran yang terbatas. Guru honorer di Muara Enim mencapai 4.551 orang. Yang masuk kategori GTHNK 35+ sebanyak 1.432 orang, sedangkan yang menerima PHL berjumlah 2.988. Jadi dari total ini sudah 48 persennya adalah guru yang termasuk kedalam GTHNK 35+,” jelas dia.

Sementara itu terkait 50 persen anggaran dana BOS untuk honorer guru, dia mengatakan hal ini hanyalah kesalahpahaman dalam menafsirkannya.

“Yang dimaksud boleh belanja maksimal 50 persen dari anggaran dana BOS untuk belanja pegawai. Hal ini juga disesuaikan dengan kondisi sekolah itu. Misal hanya terdapat satu orang PNS dan sisanya adalah honorer maka 50 persen itu diperbolehkan untuk anggara belanja pegawai. Anggaran ini kita tegaskan disesuaikan dengan kondisi yang ada,” urainya.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Muara Enim yang datang terlambat setelah dipanggil Komisi IV mengatakan pihaknya tidak bisa melakukan hal ini karena ada PP 49 tahun 2019.

“Kita tidak bisa menjalankan usulan GTHNK +35 ini karena adanya PP nomor 49 tahun 2018 yang melarang kepala daerah melakukan pengangkatan ASN, non ASN ataupun pegawai sejenisnya,” ungkapnya.

Dinas Pendidikan Kabupaten Muara Enim, kata dia, tidak sanggup meminta bupati untuk menandatangani SK honorer karena ada PP tersebut.

“Kami tidak sanggup untuk meminta bupati menandatangani SK honorer karena kalau kami tetap mengajukannya jelas akan melanggar PP itu,” jelasnya.

Sejak awal tahun pihaknya telah memasukan usulan kenaikan honor PHL bagi guru honorer. Namun hal ini tidak ada pada pada rapat tim anggaran daerah (TAPD).

“Kami telah mengusulkan kenaikan honor PHL. Namun di TAPD tidak termasuk usulan dari Dinas Pendidikan kenaikan PHL ini yang kita usulkan mencapai 9-10 milyar untuk seluruh guru honorer yang tidak membedakan GTHNK35+ saja, seluruhnya diperjuangkan. Untuk memastikan silakan cek ke Bappeda,” ucapnya.